Leave a comment

Teka-teki Pembangunan Cimahi

Credit: Pikiran Rakyat Online

Sepintas Kota Cimahi

Merujuk pada profil Kota Cimahi di website resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, disebutkan bahwa sesuai latar belakang historis dan perkembangan, awalnya Kota Cimahi diarahkan untuk dapat berfungsi sebagai kota pendidikan militer, pusat perdagangan dan jasa, daerah industri serta pemukiman dan perumahan sekaligus wilayah penyangga Kota Bandung.

Dilihat dari fungsi kota dan letak geografis yang berbatasan langsung dengan Kota dan Kab. Bandung, Kota Cimahi memiliki peran dan posisi yang cukup strategis. Kondisi tersebut juga mendorong lajunya tingkat pertumbuhan kota yang menimbulkan berbagai permasalahan klasik, sebagaimana dialami oleh kota-kota yang tengah berkembang.

Permasalahan yang kini sedang dan akan dihadapi adalah, laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, terutama yang diakibatkan adanya urbanisasi dan pendatang. Timbulnya kemacetan lalu lintas di sejumlah ruas jalan protokol menuju pusat kota.

Selain itu, sebagai daerah industri masalah pencemaran cairan limbah dan volume sampah sangat tinggi. Karena masalah ini merupakan ekses dari Kota dan Kab. Bandung maka terhadap permasalahan tersebut dilakukan secara bersama-sama.

Luas Kota Cimahi secara keseluruhan mencapai 4.103,73 Ha dengan penggunaan lahan diperuntukan, pemukiman mencapai 1.609 Ha (39,21%), lahan militer 375 Ha (9,14%), Industri 700 Ha (17,06%), Pesawahan 326 Ha (7,94%), Tegalan 382 Ha (9,31%), Kebun Campuran 367 Ha (8,94%), Pusat Perdagangan 140 Ha (3,41%) dan lahan yang dipergunakan untuk lain-lain mencapai 204,73 Ha (4,99%).

Berdasarkan fungsi kota secara umum, Kec. Wilayah Cimahi Utara jenis kegiatannya diarahkan untuk perumahan, pendidikan dan pelayanan umum. Kec. Cimahi Tengah, jenis kegiatannya diarahkan untuk perdagangan dan jasa, pemerintahan serta pendidikan. Kec. Cimahi Selatan, jenis kegiatannya diarahkan untuk Industri, perumahan, pendidikan dan pelayanan umum.

Wilayah Kota Cimahi meliputi, Kecamatan Cimahi Utara yang terdiri atas 4 kelurahan, 83 RW dan 418 RT. Cimahi Tengah, 6 kelurahan, 107 RW dan 413 RT. Sedangkan Cimahi Selatan terdiri dari 5 kelurahan, 111 RW dan 628 RT.

Sedangkan batas wilayah Kota Cimahi dengan wilayah lainnya meliputi, Kec. Parongpong dan Cusarua Kab. Bandung di sebelah utara, Kec. Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Andir dan Bandung Kulon di sebelah timur. Sedangkan di sebelah selatan Kota Cimahi perbatasan meliputi Kec. Margaasih dan Batujajar Kab. Bandung, sebelah barat dibatasi Kec. Padalarang dan Ngamprah.

Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, jumlah penduduk Kota Cimahi mencapai 442.549 jiwa dengan jumlah usia produktif 192.109 jiwa dengan komposisi, jenis kelamin laki-laki 219.474 jiwa dan perempuan 223.075 jiwa. Secara geografis, yang bermukim di Kec. Cimahi Utara sebanyak 109.150 jiwa, Kec. Cimahi Tengah 142.474 jiwa dan Kec. Cimahi Selatan 190.925 jiwa.

Jumlah penduduk yang mencapai 442.549 jiwa tersebut tercatat penduduk yang masuk katagori miskin atau Pra Keluarga Sejahtera (pra KS) yang jumlahnya mencapai 79.659 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk mencaapai 2 % per tahun dengan kepadatan penduduk rata-rata 1.331 jiwa/km.

Potensi Kota Cimahi yang mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi, tekstil sebanyak 164 buah, makanan dan minuman (53 buah), aneka industri (83 buah), farmasi (2 buah) dan lain-lain (111 buah). Fasos/Fasum yang tersedia berupa jalan tol 17 km, negara (7 km), kabupaten (88 km) dan lingkungan perumahan (150 km).

Dari potensi yang dimiliki Kota Cimahi dapat diperhitungkan pendapatan Kota Cimahi yang meliputi, PAD tahun 2000 (9 bulan) dari target Rp 13,582 miliar terealisasi Rp 10,857 miliar. Sedangkan tahun 2001, dari pajak daerah yang ditargetkan Rp 9,316 miliar yang terealisasi Rp 2,396 miliar, Retribusi dari target Rp 8,693 miliar terealisasi Rp 6,330 miliar6. Laba perusahaan milik daerah, target Rp 10 juta tidak tercapai (nol). Pendapatan lain-lain target Rp 195 juta tercapai Rp 27,5 juta. Sedangkan dari Pos bagi hasil pajak, target Rp 12,300 miliar tercapai Rp 350 juta.

Kesejahteraan dalam Angka

Berdasarkan laporan Kinerja Perekonomian Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2006, Kota Cimahi merupakan penyumbang nilai tambah bruto terbesar terhadap total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat dari sektor industri, yaitu sebesar 61,14%. PDRB dianggap dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, serta kinerja sektor perekonomian suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Masih dalam laporan yang sama, ditunjukkan angka PDRB per kapita yang sering digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Angka pertumbuhan PDRB per kapita Kota Cimahi tahun 2006 atas dasar harga berlaku adalah sebesar 68,79%, atau 10,67% jika atas dasar harga konstan.

Selain pendapatan perkapita, indikator lainnya yang digunakan untuk mengukur pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat adalah struktur ekonomi dan angka urbanisasi di suatu daerah. Menurut Deddy T. Tikson (2005), “Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita, konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja”. Lebih lanjut mengenai hubungan antara korelasi urbanisasi dengan pembangunan (pertumbuhan ekonomi & kesejahteraan masyarakat), dia menjelaskan, “Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu indikator pembangunan.”

Menurut angka-angka pada laporan dan teori tadi, secara sederhana dapat disimpulkan jika masyarakat Kota Cimahi sebagai kawasan industri telah mengalami pertumbuhan kesejahteraan.

Ironi Industri Kemiskinan

Angka tinggal angka, teori tinggal teori. Tingkat kesejahteraan masyarakat Cimahi ternyata tidak setinggi corong-corong asap pabrik yang menjulang, tidak juga seberlimpah limbah industri yang menyesaki ruang hidup masyarakat. Deretan angka pertumbuhan ekonomi berbaris seiring jumlah pengangguran dan kemiskinan di kota ini. Seperti dikutip Antara jawabarat.com (20/7/2010), data Dinas Kependudukan Catatan Sipil, Sosial dan Tenaga Kerja Cimahi pada tahun 2010 menunjukkan adanya peningkatan tajam pengangguran di Kota Cimahi dari semula berjumlah 42.982 menjadi 43.123 jiwa. Ironisnya lagi, jumlah pengangguran tertinggi justru disumbang oleh Kecamatan Cimahi Selatan yang merupakan sentral kawasan industri di Cimahi. Erik Yudha, Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil, Sosial dan Tenaga Kerja Cimahi, menuding banyaknya warga pendatang dan minimnya daya serap industri terhadap tenaga kerja di Kota Cimahi sebagai biang keladi lonjakan angka pengangguran di kota ini, sebuah tamparan akan faktor urbanisasi dan industrialisasi dalam pembangunan.

Wajah kemiskinan kawasan industri ini di tahun 2012 pun ternyata tidak berubah banyak. Jumlah penduduk miskin yang tercatat di Cimahi pada tahun 2011 adalah 20.000, dan sepanjang tahun ini jumlah tadi bertambah menjadi 24.119 jiwa, atau meningkat sebanyak 20%. Cimahi Selatan yang merupakan kawasan sentral industri di Cimahi lagi-lagi menjadi penyumbang angka kemiskinan tertinggi. (Kabar24.com, 31 Mei 2012)

Pendidikan dipertanyakan

Selain urbanisasi yang pada dasarnya merupakan bagian dari model pembangunan dan konsekwensi logis industrialisasi, mismatching dunia pendidikan dengan tuntutan pasar tenaga kerja pun menjadi kambing hitam lonjakan kemiskinan. Memang, jika mempertimbangkan salah satu tujuan mendasar pendidikan yaitu untuk membekali para peserta didik dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu dirinya di berbagai lapangan kehidupan, tudingan tadi mungkin tidak berlebihan, dan ini harus menjadi catatan bagi semua pihak yang memiliki concern atas pengembangan dan kemajuan pendidikan.

Tapi, tudingan tadi tampaknya lebih mewakili gejala umum yang berkembang di kalangan para ahli, praktisi dan masyarakat pada umumnya, yaitu menerima industrialisasi sebagai model utama pembangunan secara taken for granted, sehingga berbagai sektor pembangunan lainnya seperti pertanian, pendidikan, dan lain-lain hanya bertugas untuk mengabdi pada pemenuhan kebutuhan industri dan segala macam persoalan yang ditimbulkannya. Seolah-olah pesatnya perkembangan industrialisasi yang mengakibatkan banyak terjadinya alih fungsi lahan pertanian, kerusakan lingkungan hidup dan berbagai krisis sosial (urbanisasi dan segudang persoalan yang menyertainya) terjadi secara alami, bukan merupakan dampak dari preferensi model pembangunan yang melibatkan regulasi dan deregulasi berbagai kebijakan ekonomi serta keuangan (baca: kebijakan politik) para pemegang kebijakan secara sistematis. Padahal pada kenyataannya, pesatnya industrialisasi tidak mungkin terjadi tanpa keberpihakan negara terhadap sektor ini, program rekapitalisasi industri dan perbankan yang salah satunya melahirkan kasus Bank Century, hanyalah satu dari sekian banyak kasus dan kebijakan lainnya.

Berangkat dari asumsi tadi, pada akhirnya, fenomena lonjakan pengangguran dan kemiskinan di tengah arus industrialisasi dan urbanisasi yang menyertainya tidak melahirkan evaluasi atas peran dan kinerja industri itu sendiri. Kegagalan industri dalam menyerap tenaga kerja, dianggap semata-mata akibat kegagalan pendidikan dalam menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri. Padahal, jika kualitas lulusan pendidikan yang memang menjadi persoalan, kenapa kalangan industri tidak pernah kesulitan untuk mengisi lowongan kerja yang ada di perusahaannya? Jawabannya sederhana saja, karena cadangan tenaga kerja khususnya di Cimahi begitu melimpah. Tanpa menegasikan perlunya evaluasi yang berlanjut dan pembenahan berkesinambungan di dunia pendidikan, pada prakteknya kualitas ataupun kesesuaian pendidikan dengan dunia kerja tidak pernah menjadi sebab utama kegagalan industri dalam menyerap tenaga kerja.

Para penyelenggara pendidikan dan masyarakat pada umumnya memang dihadapkan pada situasi yang dilematis, dan akhirnya jatuh pada pilihan-pilihan yang cenderung lebih pragmatis, karena kewenangan dan arah pembangunan memang berada di tangan para pembuat kebijakan pusat. Hanya saja, berbagai data dan analisa yang menunjukkan kegagalan industri dalam menjalankan peranannya dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan, hendaknya menjadi pelajaran juga bagi kita, jangan sampai pendidikan tetap diposisikan sebagai pelayan kepentingan industri dan modal. Pembangunan kemandirian sudah saatnya mendapatkan perhatian yang lebih sungguh-sungguh dan menjadi acuan pengembangan pendidikan agar tidak lagi hanya menjadi slogan, juga agar kesejahteraan tidak lagi sekedar menjadi harapan.

 

Sumber dan bacaan terkait:

Profil Kota Cimahi, jabarprov.go.id, http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/kabupaten_slashkota/profil_kabupaten_slashkota/detailprofil/14. Diakses pada 23 Oktober 2012

PDRB Jawa Barat 2006, jabarprov.go.id, http://www.jabarprov.go.id/root/pdrb/BabVLapanganUsaha2006.pdf. Diakses 23 Oktober 2012

Prof. Dr. Hj. Syamsiah Badruddin, M.Si (2009), ‘Teori dan Indikator Pembangunan’, Prof. Dr. Hj. Syamsiah Badruddin, M.Si, http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/03/19/pengertian-pembangunan/. Diakses 23 Oktober 2012

Jumlah Pengangguran di Cimahi Alami Peningkatan, Antara jawabarat.com (Rabu, 21 Juli 2010), http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/24907/lihat/kategori/96/Hukum. Diakses 23 Oktober 2012

Duh, Angka Kemiskinan Cimahi Naik, Kabar24.com (31 Mei 2012), http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/24907/lihat/kategori/96/Hukum. Diakses 23 Oktober 2012

Profil Kecamatan Cimahi Selatan, http://id.scribd.com/doc/17707966/PROFIL-KECAMATAN-CIMAHI-SELATAN-2009

Leave a comment